Pengertian ad-Dīn
Oleh: Buya Mas Rahim Salaby
Di dalam Al-Qur’an ada tujuh kata yang terkait dengan kata ad-Dīn, yaitu:
1. Dīnullāh
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالاَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Artinya: "Apakah mereka masih mencari agama lain selain Dīnullāh? Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan bum (baik dengan suka atau terpaksa), dan kepada Allah juga mereka dikembalikan.“ (QS. 3/Ali Imran: 83)
Dari ayat ini dapat diambil makna yang tersirat, bahwa pengertian dīn adalah suatu bentuk keyakinan dan kepercayaan masyarakat yang mengenal Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
2. Dīnul Islām
... انَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الاِسْلامُ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ
Artinya: “Sesungguhnya ad-Dīn yang disisi Allah adalah Islam, dan tidaklah berselisih faham orang-orang yang telah diberi AlKitab itu, melainkan setelah datang kepada mereka itu ilmu pengetahuan yang saling mendengki di antara mereka...! (QS. 3/Ali Imran: 19)
Dīnul Islām dalam ayat ini dapat diartikan sebagai aturan hidup atau hukum yang mengatur kehidupan masyarakat yang tunduk kepada sunnatullāh dan sunnatur Rasūl.
3. Dīnul Qayyim
...فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Artinya “Hadapkanlah mukamu kepada dīn yang ḥanīf (lurus) sebagai fitrah Allah (ciptaan Allah), di mana manusia itu diciptakan berdasarkan fitrah tersebut, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, itulah Dīnul Qayyim...” (QS. 30/ Ar-Rum: 30)
Dīnul Qayyim dalam ayat ini bermakna suatu bentuk tatanan masyarakat yang merdeka dan berdaulat yang sudah melepaskan diri dari belenggu dan ikatan apa pun selain ikatan Allah.
4. Dīnul Haq
... قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الاخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّم اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak percaya kepada Allah dan hari akhirat serta tidak mau mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang benar (Dīnul Haq)…” (QS. 9/At-Taubah: 29)
Ayat ini menjelaskan, bahwa dīnul haq merupakan kumpulan keputusan-keputusan dan ketentuan Allah yang dijadikan pola anutan manusia, yang mana keputusan itu terjamin kebenarannya karena berdasar fakta dan data.
5. Dīnul Khāliṣ
اَلَاَ لِله الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىِ
Artinya: “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah Dīnul Khāliṣ (agama yang bersih), dan orang-orang yang mengambil pelindungnya selain dari Allah berkata, kami tidaklah mengabdikan diri kepada mereka melainkan hanya mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya…” (QS. 39/Az-Zumar: 3)
Pengertian dīnul khāliṣ pada ayat di atas adalah agama yang suci murni. iman yang bersih dari kesyirikan, ibadah yang bersih dari hal yang bid’ah, pikiran bersih dari khurafat, tingkah laku yang bersih dari maksiat, serta hati yang bersih dari kebencian, kedengkian dan segala penyakit hati.
Dīnul khāliṣ juga dapat bermakna agama yang mengajarkan budi pekerti kepada umatnya sehingga terbentuk masyarakat Islam yang hidup dalam kesalehan dan ketaatan kepada Allah (berbudi pekerti mulia).
6. Dīnul Ḥanīf
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya: “Mereka tidaklah diperintah melainkan supaya mengabdi kepada Allah dengan ikhlas baginya untuk beragama, dengan jiwa yang lurus, dengan menegakkan salat, mengeluarkan zakat, yang demikian itulah agama yang teguh-tegar.” (QS. 98/Al-Bayyinah: 5).
Kata ḥanīf dalam ayat di atas, dapat berarti “ yang lurus” yaitu kepribadian yang lurus, jujur dan adil. Dīnul ḥanīf juga berarti agama yang sanggup membentuk sikap pribadi penganutnya menjadi pribadi yang amanah karena hidupnya penuh kejujuran.
7. Dīnul Wāṣib
وَلَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَالاَرْضِ وَلَهُ الدِّينُ وَاصِبًا أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَتَّقُونَ
Artinya: “Dan bagi Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan baginya juga dīnul wāṣib (agama yang tetap, berkesinambungan), apakah ada selain Allah untukmu bertakwa?” (QS. 16/An-Nahl: 52)
Ayat di atas menjelaskan, bahwa dīnul wāṣib adalah ajaran Islam yang sudah dijiwai oleh penganutnya sehingga tradisi orang Islam adalah syariat Islam itu sendiri, maka terbentuk suatu peradaban yang merupakan buah dari Islam, yang mana buah itu harus diwariskan kepada generasi penerus di kemudian hari.
Dari tujuh ayat yang mengandung kata dīn, dapat disimpulkan bahwa selain bermakna agama, kata dīn mengandung arti tersirat sebagai berikut:
- Bentuk keyakinan dan kepercayaan yang mengenal Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
- Hukum yang mengatur kehidupan manusia yang tunduk kepada sunnatullāh dan sunah Rasul.
- Tatanan masyarakat yang merdeka dan berdaulat dibawah kedaulatan Allah.
- Kumpulan keputusan dan aturan Allah yang terjamin kebenarannya karena berdasar fakta dan data.
- Ajaran yang membentuk Budi pekerti penganutnya menjadi shaleh dan taat.
- Ajaran yang dapat membentuk sikap pribadi penganutnya menjadi manusia amanah dan hidup penuh kejujuran.
- Nilai-nilai luhur warisan Allah yang harus diwariskan kepada generasi penerus.
Dari kesimpulan di atas dapatlah didefinisikan, bahwa dīn adalah: “Suatu tatanan masyarakat yang merdeka, berdaulat di bawah kedaulatn Allah, yang ajaran-Nya mengenalkan tentang Tuhan Yang Maha Esa, di mana umatnya memiliki kepribadian dan sikap mulia yang tunduk pada hukum-hukum dan ketentuan Allah yang terjamin kebenarannya karena memiliki data dan fakta. Adapun nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya menjadi tradisi dan kebiasahan sehari-hari yang harus diwariskan dan tidak membutuhkan tradisi lain (warisan leluhur).“
Jadi, jika kita ingin men-dīn-kan diri, keluarga, dan masyarakat, berarti harus ada upaya kuat membersihkan diri dan lingkungan dari akidah kemusyrikan, beribadah menurut sunah, hidup dalam kepatuhan pada syariat, mendalami dan menghayati tap-tap Allah, membentuk diri dan lingkungan untuk menjadi pribadi-pribadi yang mulia, amanah jujur, dan mewariskan nilai-nilai luhur itu kepada generasi penerus”
Wallahu a'lam
Posting Komentar