Self Management dalam Menghadapi Era Society 5.0
Hari ini diibaratkan sebagai hari kelahiran bagi FTIK IAIN Lhokseumawe yang jika boleh dianalogikan sebagai ibu yang mengandung selama lebih kurang 9 bulan, kemudian tibalah hari yang membahagiakan atas lahirnya seorang anak, maka kebahagiaan seorang ibu tidaklah cukup sampai ia dapat melihat anaknya meraih kebahagian dengan mendapat jodohnya untuk membina rumah tangga.
Begitu juga dengan kampus, wa bil khusus FTIK IAIN Lhoskeumawe, setelah mengandung mahasiswa lebih kurang 4 tahun atau 8 semester, maka hari ini adalah hari kelahiran yang tentunya sangat membahagiakan. Tapi kebahagiaan itu belumlah cukup sehingga FTIK dapat menyaksikan anak-anaknya menemukan jodoh masing-masing, yang dalam hal ini adalah, anak-anaknya mendapatkan jodoh yaitu positioning mereka sebagaimana yang dicita-citakan atau sebagaimana profil lulusan yang telah ‘diramal’ oleh masing-masing jurusan di lingkungan FTIK.
Hasil mini research yang dilakukan terkait profil lulusan FTIK, ditemukan bahwa mahasiswa FTIK, setelah mereka lulus dari perkuliahan, mereka yang cenderung memilih profil guru sebanyak 68%. Pilihan kedua adalah menjadi tenaga kependidikan sebanyak 12%. Selanjutnya, mahasiswa memilih profil lulusan sebagai enterpreuner sebanyak 8%. Berikutnya ada yang memilih profil lulusan sebagai peneliti sebanyak 6%, dan sedikit sekali yang memilih profil lulusan sebagai peneliti, yaitu sebesar 4%. Namun ada juga mahasiswa yang memilih profil lainnya sebesar 2% yaitu menjadi TNI, POLRI, politikus dll. Sekiranya pilihan profil lainnya (TNI, POLRI, Politikus) ini terjadi, maka sesungguhnya lulusan FTIK tersebut sudah tersesat. Tapi tidak mengapa, karena ia tersesat di jalan yang benar.
Jika profil FTIK hanya dimaknai sebagai terget lulusan yang di kemudian hari akan menjadi guru, maka para lulusan harus siap dalam menghadapi tantangan era industri saat ini, antara lain adalah: (1) peran manusia berkurang, karena banyak peran diganti dengan online system, (2) pendidikan dan pembelajaran tidak banyak menggunakan ruang karena dapat menggunakan online system, sudah beradaptasi dengan revolusi industri 4.0. (3) kesempatan menjadi guru dan perannya juga berkurang karena akan ada revolusi Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan; ke depan seorang guru tidak harus dari Fakultas Keguruan, tetapi bisa dari fakultas lain dengan cara mereka mengikuti Pendidikan Profesi Guru untuk penguatan pedagogik. Sehingga persaingan semakin ketat dan begitu luas untuk pilihan profesi guru. Boleh jadi pesaing para peserta yudisium nantinya adalah orang-orang yang sekarang berada di samping kiri, kanan atau depan, dan belakang Anda.
Pernyataan ini penting disampaikan khusunya kepada para peserta yudisium, bukan untuk menakut-nakuti, tapi berharap hal ini bisa dijadikan renungan dan bahan pertanyaan “Apakah dengan kompetensi yang sekarang saya miliki, saya mampu bersaing?” Atau kompetensi dan bekal apa lagi yang harus saya miliki? Pernyataan ini tentunya juga akan menjadi renungan bagi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan di FTIK, apakah konsep-konsep penyusunan profil lulusan, penguatannya hanya berfokus pada profil guru?
Di dunia ini hanya ada satu yang pasti, yaitu “perubahan”. Sebagaimana diketahui, bahwa era selalu berubah yang turut menuntut perubahan dari kompetensi manusia. Dimulai dari era industri 1.0 pada abad ke 18, di mana pertama kali ditemukan mesin uap. Mesin uap tersebut digunakan untuk meningkatkan produktivitas masyarakat. Setelah revolusi 1.0, masuklah ke era industri kedua 2.0 di akhir abad ke-19. Revolusi ini ditandai dengan ditemukannya energi listrik. Lalu dilanjutkan dengan penemuan pesawat telepon, mobil, dan juga pesawat terbang yang memberikan perubahan yang cukup besar terhadap dunia. Berikutnya ada era industri 3.0 yang terjadi pada akhir abad ke-20, ditandai dengan perkembangan semi-konduktor dan proses otomatisasi industri. Kemunculan teknologi digital dan internet menandai dimulainya revolusi industri 3.0.
Saat ini (abad ke-21) atau setidaknya, sejak 4-5 tahun lalu, kita telah memasuki era industri 4.0. yang ditandai dengan pemanfaatan internet of things (setiap benda bisa berpikir), sehingga memungkinkannya interkoneksi antar-mesin, big data yang mengarah ke machine learning, smart factory, artificial intelegent, dll.
Tanpa disadari, pendidikan sejak 3-4 tahun ke belakang dan sampai hari ini masih dihadapkan pada era perubahan besar revolusi industri 4.0. di mana revolusi industri 4.0 menuntut konsekuensi logis perubahan di semua sektor dunia kerja. Era revolusi industri 4.0 yang telah dan masih kita rasakan hari ini, ditandai dengan perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang cukup pesat membawa kita ke era komunikasi yang praktis dan dinamis. Maka Tidak heran apabila teknologi komunikasi telah menjadi kebutuhan utama masyarakat dunia, di mana hampir setiap orang saat ini tidak bisa terlepas dari teknologi komunikasi yang merupakan wadah atau sumber informasi yang dianggap sangat penting. Perkembangan teknologi ini tentu memiliki dampak dua sisi, yaitu positif dan negatif.
Belum lagi berakhir era revolusi industri 4.0 dan di saat kita masih merasakan hiruk pikuk akibat revolusi industri 4.0 yang dibarengi era disrupsi dengan tanda-tanda dunia penuh gejolak, ketidak-pastian, kompleksitas, dan ambiguitas. Ternyata, sejak tahun 2019 Jepang justru sudah meninggalkan era 4.0 dan sekarang sedang menikmati era society 5.0. Konsep Society 5.0 sebenarnya muncul dalam “Basic Policy on Economic and Fiscal Management and Reform 2016,” merupakan bagian inti dari rencana strategis yang diadopsi kabinet Jepang. Konsep ini diadopsi sebagai antisipasi terhadap tren global akibat dari munculnya revolusi industri 4.0.
Society 5.0 dibuat sebagai solusi dari revolusi industry 4.0 yang ditakutkan akan mendegradasi umat manusia dan karakter manusia. Society 5.0 bertujuan untuk mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik menjadi satu sehingga semua hal menjadi mudah dengan dilengkapi artificial intelegent (kecerdasan buatan). Pada era Society 5.0 pekerjaan dan aktivitas manusia akan difokuskan pada human center yang berbasis pada teknologi. Karenanya, jika manusia tidak mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan, maka Society 5.0 masih sama saja dengan era disrupsi yang seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi dapat menghilangkan lapangan kerja yang telah ada, namun juga mampu menciptakan lapangan kerja baru.
Masyarakat 5.0 adalah masyarakat yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era revolusi industri 4.0 seperti internet of thing, big data, artificial intelegent, robot, dan berbagai mesin canggih. Karena berbagai kemampuan inilah masyarakat 5.0 juga disebut sebagai smart society, atau masyarakat yang cerdas.
Para peserta yudisium sebagai lulusan perguruan tinggi, harus selalu mengembangkan ilmu pengetahuan dan bersiap menghadapi tantangan besar yang terjadi di era revolusi industri 4.0 saat ini dan era society 5.0 ke depannya. Para lulusan harus mampu menguasai teknologi digital dan bahasa asing yang menjadi penting dalam merespon perubahan tersebut. Para peserta yudisium hari ini harus memiliki mindset yang terbuka akan perubahan, mindset yang adaptive atau growth mindset (pola pikir berkembang). Karena dengan pola pikir yang adaptif atau pola pikir yang berkembang, manusia akan selalu memandang pencapaian sebagai hasil usaha dan hasil belajar, bukan semata-mata karena adanya bakat dan takdir. Manusia dengan pola pikir berkembang memandang dirinya dapat mencapai apa pun sepanjang dia mau berusaha dan belajar. Sikap semacam inilah yang dapat menumbuhkan kemampuan beradaptasi dengan perubahan dan mampu belajar serta mencapai apa pun yang dikehendaki.
Society (masyarakat) 5.0 merupakan masyarakat baru yang mampu menawarkan model baru untuk pemecahan persoalan sosial dalam mencapai sustainable development goals (tujuan pembangunan berkelanjutan). Era Society 5.0 juga menjadi tantangan bagi dunia pendidikan untuk bisa bertahan, sehingga pemerintah memunculkan berbagai strategi dan metode sebagai respon atas kondisi itu.
Di dunia pendidikan, saat ini ada 5 kelompok tantangan yang harus diketahui dan dihadapi, terutama bagi para peserta yudisium yang sangat bercita-cita untuk menggapai profil utamanya, yaitu guru:
- Ekosistem; Keadaan saat ini, di mana lembaga pendidikan hanya dijadikan tugas, pemimpin sebagai pengatur, dan manajemen lembaga pendidikan terlalu administratif. Sementara arahan dan tantangan di masa depan lembaga pendidikan harus sebagai kegiatan yang menyenangkan, pimpinan harus memberikan pelayanan, dan manajemen sekolah yang kolaboratif dan kompeten.
- Guru; Saat ini guru hanya sebagai pelaksana kurikulum, guru dijadikan sumber belajar satu-satunya, pelatihan guru berdasarkan teori. Ke depannya, guru sebagai pemilik dan pembuat kurikulum, guru sebagai fasilitator dari berbagai sumber pengetahuan, dan pelatihan guru berdasarkan praktik.
- Pedagogi; Keadaan saat ini, siswa hanya sebagai penerima pengetahuan, fokus pada kegiatan tatap muka, pendekatan pembelajaran adalah bermain vs calistung. Ke depannya pembelajaran berorientasi pada siswa, pembelajaran berbasis teknologi, pendekatan pembelajaran bermain adalah belajar, bermakna, dan sesuai konteks.
- Kurikulum; Keadaan saat ini, pengembangan kurikulum linear, kurikulum berdasarkan konten, fokus kurikulum pada kegiatan akademik. Adapun arahan dan tantangan di masa depan adalah pengembangan kurikulum yang fleksibel, kurikulum berdasarkan kompetensi, fokus kepada soft skill dan pengembangan karakter. Sistem penilian saat ini masih bersifat sumatif/menghukum. Adapun arahan di masa depan penilian bersifat formatif/mendukung.
Menyikapi tantangan-tantangan di era 4.0 saat ini dan era 5.0 ke depan, maka manajemen diri (self management) sangat diperlukan dengan cara meningkatkan kompetensi dan menutupi kekurangan kompetensi yang saat ini dimiliki. Manajemen diri dapat dimulai dengan: 1) ber-muhasabah/mengevaluasi diri, yaitu mengenal kekuatan atau kelebihan diri, 2) mengenal dan mengetahui kelemahan diri yang dimiliki, 3) mendata kemungkinan peluang yang kiranya dapat diraih, 4) dan mendata kemungkinan-kemungkinan hambatan yang akan dihadapi dengan bekal pendidikan yang diperoleh dari kampus.
Berdasarkan riset World Economic Forum (WEF) 2020, terdapat 10 kemampuan utama yang paling dibutuhkan untuk menghadapi era revolusi industri 4.0 dan menyambut era society 5.0, yaitu: 1) bisa memecahkan masalah yang komplek, 2) berpikir kritis, 3) kreatif, 4) kemampuan memanajemen manusia, 5) bisa berkoordinasi dengan orang lain, 6) kecerdasan emosional, 7) kemampuan menilai dan mengambil keputusan, 8) berorientasi mengedepankan pelayanan, 9) kemampuan negosiasi, serta 10) fleksibilitas kognitif.
Para lulusan juga harus meningkatkan kualitas diri untuk melakukan inovasi-inovasi sehingga melahirkan berbagai kreasi yang memberikan kontribusi bagi kemajuan lingkungan pendidikan dan masyarakat. Saat ini inovasi adalah sebuah keniscayaan, sehingga sering dikumandangkan adagium “innovate or die”, berinovasi atau mati.
Selain 10 kemampuan utama yang disebut di atas, kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para lulusan adalah kemampuan 6 Literasi Dasar, yaitu: 1) literasi numerasi, 2) literasi sains, 3) literasi informasi, 4) literasi finansial, 5) literasi budaya, dan 6) literasi kewarganegaraan.
Tidak hanya literasi dasar, para lulusan juga harus membekali dirinya, jika bekal untuk menuju kebahagiaan akhirat adalah takwa (wa khairu az-zadi taqwa), maka bekal para lulusan untuk dapat bersaing di era 4.0 dan kelak beradaptasi di era society 5.0 dalam dunia pendidikan adalah bekal kecakapan 5C (bekal kecakapan hidup abad 21), yaitu: creativity (kretatif), critical thingking (bernalar dan berpikir kritis), communication (komunikasi), collaboration (mampu berkolaborasi). Adapun ‘C’ yang terpenting dan harus digarisbawahi adalah bekal bangunan character (perilaku/karakter/moral). Bekal bangunan diri inilah yang menjadi proyeksi pendidikan abad ke-21 dan diakui dunia.
Ada dua jenis karakter yang harus dijadikan bekal, yaitu karakter moral dan karakter kinerja. Karakter moral antara lain, iman, takwa, rendah hati, jujur, dll. Sedangkan karakter kinerja, antara lain: tangguh, tidak mudah menyerah, kerja keras, kerja tuntas, rajin, dll. Sehingga dengan membangun dua jenis karakter ini dan menempatkannya dalam diri, kita akan terhindar dari perilaku jujur tapi malas, rajin tapi sombong, kerja keras tapi tidak tuntas atau kerja tuntas tapi culas.
Mengakhiri orasi ilmiah ini, kembali saya mengingatkan diri pribadi dan kalau boleh juga mengingatkan kita semua, bahwa perubahan itu pasti datang, menghindarinya bukanlah pilihan tepat, menghadapinya tentulah harus dengan bekal yang cukup.
Bagi para perserta yudisium, kelahiran hari ini bukanlah hari terakhir Anda belajar. Tapi justru setelah hari ini Anda dan kita semua memasuki pembelajaran baru. Belajar untuk mengelola diri (self management) dengan: 1) muhasabah/evaluasi diri, 2) mengembangkan pola pikir, 3) meningkatkan kompetensi, yakitu 10 kompetensi sebagaimana yang telah diurai berdasarkan riset World Economic Forum ditambah 6 kompetensi literasi, dan 4) memperkokoh bangunan karakter (karakter moral dan karakter kinerja).
Sementara bagi sivitas akademika kampus, wa bil khusus sivitas akademika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Lhokseumawe, maka tugas kita adalah mampu menjadi futurolog-futurolog yang bertugas membaca masa depan; artinya para mahasiswa yang kita ajar dan kita didik 4 tahun lalu seyogyanya memang dipersiapkan untuk mampu menghadapi tantangan dan perkembangan zaman hari ini. Mahasiswa yang kita ajar dan didik pada hari ini adalah generasi yang dipersiapkan untuk menghadapi tantangan dan perkembagnan zaman 3-4 tahun ke depan yang penuh dengan multi-possibilities, dan tentunya akan ada perubahan-perubahan yang bisa saja tidak sanggup dihadapi para lulusan jika kita tidak mempersiapkannya sesuai dengan ramalan 3 tahun ke depan.
Kampus harus mampu “meramal” multi-kemungkinan yang akan dihadapai para mahasiswa. Karenanya perlu peninjauan ulang profil-profil lulusan masing-masing jurusan di lingkungan FTIK. Apakah hari ini atau 3 tahun akan datang para mahasiswa hanya akan menjadi guru saja misalnya, atau akan menjadi konsultan, menjadi penyelia, menjadi pengawas, peneliti, atau lainnya?
Baca Juga: Profil Lulusan Manajemen Pendidikan Islam
Semoga dari FTIK akan lahir futurolog-futurolog yang kiranya mampu meramal dan mampu membaca kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Sebagaimana Nabi Yusuf yang bukan saja mampu mentakwil mimpi, Beliau juga mampu menawarkan solusi terbaik dalam menghadapi ramalan musim paceklik pada zamannya.
Orasi ilmiah ini pada hakikatnya bukanlah untuk mengajari para cendikiawan dan para peserta yudisium di hadapan saya. Tidaklah mungkin mengajari ikan berenang atau mengajari burung tebang. Tapi ini saya jadikan cermin yang kiranya dapat memantulkan cahaya muhasabah bagi diri sendiri. Kalau pun terpancar untuk orang lain, semoga saja pantulannya menjadi manfaat dan barokah.
Sekali lagi, “Selamat atas kelahiran generasi baru yang ditandai dengan Yudisium Mahasiswa FTIK IAIN Lhokseumawe”. Kerja keras seluruh sivitas akademika dalam mempersiapkan generasi masa depan semoga menjadi amal jariah. “Selamat” juga kepada seluruh peserta yudisium, semoga kebahagiaan hari ini bertambah kuat dengan bertemunya seluruh peserta yudisium dengan jodoh yang diidam-idamkan, yaitu mendapatkan positioning yang sakinah, wawaddah, dan rahmah.
Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesilapan...
wallāhu musta’ān ilā aqwami aṭ-ṭarīq, wa billāhi at-taufīq wal hidāyah…
Wassalamualaikum
wr.wb.
Tags : Artikel Motivasi Pendidikan
Posting Komentar