Sabtu, 05 April 2025

Dari Swafoto ke Sitasi: Saatnya Mahasiswa Membangun Branding Akademik di Era Digital

"Dunia digital bukan hanya tempat untuk dilihat—tetapi untuk memberi dampak. Mahasiswa dan pelajar lainnya bukan hanya pengguna, tapi bisa menjadi pencipta arus. Kelak, bukan wajah kita yang dikenang publik, melainkan karya kita yang berbicara panjang setelah kita diam"

Di era digital yang semakin tak terelakkan, media sosial dan dunia maya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari para pembelajar. Namun sayangnya, ruang digital yang begitu luas itu justru lebih banyak dipenuhi oleh aktivitas personal dan ekspresi narsistik, seperti swafoto dan unggahan yang cenderung minim nilai edukatif. Tak sedikit mahasiswa yang menguasai algoritma media sosial, tetapi belum menguasai ruang-ruang sitasi akademik.

Pertanyaannya, mengapa ruang digital yang begitu besar tidak kita manfaatkan untuk membangun citra akademik kita sebagai pembelajar? Sudah saatnya kita menggeser arah: dari sekadar eksis menjadi produktif, dari hanya membagikan aktivitas harian menjadi membagikan pencapaian ilmiah. Dari hanya memikat “likes”, menuju meraih pengakuan ilmiah dan kolaborasi intelektual.

Pembelajar dan Branding Akademik: Sebuah Keniscayaan

Era digital tidak hanya menuntut mahasiswa untuk cerdas, tetapi juga mampu membangun identitas dan eksistensi akademik secara daring. Dunia sedang berubah. Portofolio ilmiah digital kini lebih berbobot dibanding sekadar CV yang diketik rapi. Dunia akademik kini menilai bukan hanya dari ijazah, tapi dari jejak digital—termasuk publikasi, kolaborasi, dan keterlibatan dalam diskusi ilmiah daring.

Branding akademik bukan berarti pamer, melainkan memperlihatkan karya agar bermanfaat bagi orang lain. Ini adalah cara untuk menyebarkan ilmu, menunjukkan kompetensi, dan membuka peluang kolaborasi lintas kampus bahkan negara.

Platform Akademik: Panggung Baru Pembelajar

Beruntung, dunia digital menyediakan banyak ruang dan alat untuk membangun jejak akademik. Beberapa platform yang bisa digunakan antara lain:

1. Google Scholar; Platform ini memungkinkan mahasiswa mempublikasikan makalah, skripsi, hingga jurnal yang dapat diakses secara luas dan gratis. Tak hanya itu, Google Scholar menyediakan data sitasi dan indeks pengaruh dari karya yang dipublikasikan.

2. ResearchGate; Dengan nuansa mirip jejaring sosial, ResearchGate cocok untuk mahasiswa yang ingin aktif dalam diskusi dan interaksi dengan akademisi global. Fitur unggah karya, statistik pembaca, serta forum tanya-jawab membuat platform ini sangat hidup.

3. Academia.edu; Platform ini cocok untuk menjangkau khalayak luas. Mudah digunakan, sering muncul di hasil pencarian Google, serta menyajikan statistik pembaca dan penyebaran karya.

Tampil Beda, Karena Ilmu Butuh Disuarakan

Dalam Islam, menyampaikan ilmu bukan hanya anjuran, tetapi kewajiban moral dan spiritual. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat." (HR. Bukhari)

Hadis ini menjadi dasar penting bahwa setiap insan berilmu, tak terkecuali mahasiswa, memiliki kewajiban menyampaikan ilmu yang dimiliki, sekecil apapun. Di era digital, menyuarakan ilmu di platform daring menjadi cara paling efektif untuk menyebarkannya kepada khalayak luas.

Lebih dari itu, Islam memuliakan orang-orang yang berilmu. Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Tampil beda dengan menyuarakan ilmu bukan hanya upaya membangun citra akademik, tapi juga bentuk ibadah dan kontribusi nyata kepada umat. Ini adalah bentuk dakwah intelektual, yang tak kalah penting dari dakwah lisan maupun perbuatan.

Mengunggah pencapaian akademik bukan soal kesombongan, melainkan bentuk keberanian intelektual di tengah arus besar konten yang lebih sering menampilkan gaya hidup, hiburan, dan hiburan visual semata. Ketika media sosial didominasi oleh hal-hal yang kurang bernilai edukatif, justru di situlah ruang kosong yang bisa diisi oleh para pembelajar. Inilah saatnya mahasiswa dan pelajar hadir sebagai suara alternatif; suara yang menyampaikan pengetahuan, pengalaman riset, refleksi akademik, bahkan ide-ide segar yang lahir dari ruang-ruang diskusi ilmiah.

Mereka yang berani tampil beda dengan memperlihatkan proses belajar, kutipan buku yang mencerahkan, bahkan potongan hasil penelitian yang dikemas menarik, sedang menanam jejak kontribusi dalam ekosistem digital yang lebih sehat. Ingat, dunia digital bukan hanya tempat untuk dilihat—tetapi untuk memberi dampak. Mahasiswa bukan hanya pengguna, tapi bisa menjadi pencipta arus. Saat kita mem-posting karya akademik, kita sedang memutus rantai pasifisme digital dan mengajak audiens berpikir, berdiskusi, dan—pada akhirnya—berubah. Maka dari itu, tampilkan ilmu, bukan hanya karena itu milik kita, tapi karena ilmu butuh disuarakan.

Penutup: Dunia Butuh Pembelajar yang Berani Tampil

Di tengah perubahan zaman yang bergerak cepat, dunia tidak lagi hanya membutuhkan lulusan yang cerdas secara akademik, tapi juga pembelajar yang berani menampilkan kecerdasannya ke ruang publik. Ini bukan tentang menjadi terkenal, melainkan tentang menjadi relevan. Ketika seorang mahasiswa mulai menunjukkan karya tulisnya, merekam refleksi belajarnya, atau membagikan pemikiran kritisnya di media sosial atau platform ilmiah, maka ia sedang menunaikan tugas moral sebagai insan akademik—menyebarkan cahaya ilmu.

Ketika seorang mahasiswa berani menunjukkan karya ilmiahnya ke ruang publik, sejatinya ia sedang menunaikan amanah keilmuan yang telah Allah titipkan padanya. Islam mengajarkan bahwa ilmu adalah amanah yang harus ditunaikan, bukan disimpan untuk kepentingan pribadi.

Barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang dengan kekangan dari api neraka pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)

Hadis tersebut menegaskan bahwa menyampaikan ilmu adalah bagian dari tanggung jawab moral seorang pembelajar. Dunia digital menjadi salah satu wasilah (media) untuk menunaikan tanggung jawab ini dengan lebih luas dan berdampak.

Mahasiswa hebat bukan hanya yang mendapatkan nilai tinggi, tetapi juga yang berani membuka percakapan ilmiah, menanggapi isu dengan perspektif akademik, serta menginspirasi pembelajar lainnya untuk berkembang. Dunia digital adalah panggung besar, dan pembelajar harus tampil bukan sebagai pengikut tren, tetapi sebagai pemantik arah. Mari ubah cara kita tampil—bukan hanya untuk eksistensi, tapi untuk kontribusi. Karena kelak, bukan wajah kita yang dikenang publik, melainkan karya kita yang berbicara panjang setelah kita diam.

** Agus Salim Salabi, Dosen IAIN Lhokseumawe (Google Scholar - ResearchGate - SINTA)

Sub YouTube Channel Ikuti Channel YouTube Rangkang Belajar untuk mendapatkan konten baru seputar Pendidikan:

Tags :

bm
Created by: Admin

Media berbagi informasi dan pembelajaran seputar Pendidikan Islam (PEDI), Manajemen Pendidikan Islam (MPI), dan Lembaga Pendidikan Islam.

Posting Komentar

Ikuti Channel YouTube

Connect